Selasa, 01 April 2008

Pentingnya mengenal SEJARAH

Seorang rekan Bernama Edhie Kelana, menyatakan dalam sebuah postingan kalau yang terpenting dilakukan oleh anggota forum ini adalah memberi pencerahan pada masyarakat, saya sangat setuju dengan pendapat saudara ini dan tulisan di bawah ini adalah balasan saya atas postingan beliau.

Tepat sekali Edhie, memang itulah tujuan utama kita mendirikan Forum
ini, DEBAT TERBUKA dengan pendukung ALA hanyalah sasaran jangka pendek
kita, tujuan jangka panjang kita tepat seperti yang kamu gambarkan
PENCERAHAN, apa yang harus dicerahkan?.

Saya pikir yang pertama harus dicerahkan adalah sperri ide tulisan
Serinente Fauzan Azima, "KONSEP DIRI" masyarakat Aceh Tengah dan
Bener Meriah harus tahu siapa diri mereka yang sebenarnya.

Ide-ide ALA bisa membesar seperti ini adalah karena masyarakat kita
tidak mengenal siapa dirinya, KONSEP DIRI masyarakat kita sangat
rendah, yang GAYO tidak lagi bangga mengakui kegayoannya, malah bangga
menjadi imitasi budaya lain, sebuah tulisan Adrien tentang orang Gayo
di Bali yang saya baca di milis ini saya pikir cukup menjelaskan
persoalan yang dialami oleh masyarakat kita, yaitu mengidap INFERIOR
COMPLEX.

Kesadaran orang Gayo terisolasi dari sejarahnya, Orang Gayo tidak lagi
merasa diri mereka adalah PEWARIS dari suku kecil yang perkasa, yang
orang Jawa juga demikian, mereka tidak lagi sadar bahwa mereka Jawa
yang ada di Bumi Gayo ini bukanlah Jawa biasa, tapi mereka adalah
keturunan para Jawa pemberani yang jauh dari mental ABDI DALEM yang
kebanggaan tertingginya adalah meletakkan kepala di lantai untuk
diinjak-injak tuannya si PRIYAYI FEODAL.

Untuk menunjukkan ketertundukan pada Tuannya para Jawa bermental ABDI
DALEM ini dalam berbicarapun kepada tuannya tidak menggunakan bahasa
biasa, melainkan menggunakan bahasa KROMO, semakin baik bahasa
kromonya artinya si ABDI DALEM ini semakin rendah di mata tuannya, dan
inilah yang sulit diterima LOGIKA GAYO kita, semakin rendah dirinya
dihadapan tuannya maka semakin banggalah si Abdi dalem ini.

Lihatlah betapa berbedanya para Jawa bermental Abdi Dalem ini dengan
saudara-saudara kita suku Jawa di Tanoh Gayo, karakter Jawa di Tanoh
Gayo ini sudah sangat mirip dengan kita, Egaliter dan tanpa strata,
dalam berbicarapun saudara-saudara kita di Tanoh Gayo ini sudah
seperti kita tanpa ada strata bahasa macam di Pulau Jawa: ngako,
kromo, kratonan, dan sebagainya.

Untuk membuktikan kata-kata saya, cobalah anda bertanya pada salah
seorang saudara Jawa kita di Damaran, ucapkan sebuah kalimat sederhana
dalam bahasa jawa kromo, ASMANIPUN SINTEN?...saya jamin saudara kita
itu akan kebingungan, bahasa mana pula ini pikirnya karena kalimat
sama dalam bahasa Jawa yang dia kenal adalah JENENGMU SOPO?

Dalam strata sosialpun begitu, saudara Jawa kita yang hidup di Tanoh
Gayo tidak mengenal pembagian kelas yang ketat, di tengah Masyarakat
Jawa di Bumi Gayo tidak ada RADEN, NINGRAT, RAJA, PRIYAYI... Semuanya
SAMA. semuanya RAKYATJELATA.

Saudara-saudara Jawa kita di Tanoh Gayo, telah terisolasi dari Tanah
Jawa selama ratusan tahun. Mereka asyik sendiri dengan dunianya, dalam
keseharian bersinggungan dengan kita, tanpa mereka sadari karakter
Gayo kitapun telah menular kepada mereka, karena ketika karakter nenek
moyang mereka yang memang dasarnya antitesis dari mental abdi dalem
langsung cocok ketika bertemu dengan karakter gayo yang egaliter.

Sehingga , ketika kita menyaksikan Jawa-Jawa terhormat keturunan dari
jawa-jawa pemberani, memakai Blangkon, berbicara dalam bahasa KROMO
menundukkan kepala lalu bersama Aman Fida berkata dengan Takzim "kulo
iki gelem pemekaran" di hadapan para priyayi Feodal yang dulu sangat
dibenci oleh Kakek moyang mereka. Itu adalah sebuah pemandangan
ARTIFISIAL yang sangat TIDAK ALAMI. Adegan menjijikkan yang kita
saksikan itu adalah adegan sinetron murahan yang kualitasnya lebih
rendah dari sinetron bikinan Punjabi's Family.

Ketidak sadaran akan sejarah diri inilah yang menjadikan Orang Gayo
dan dan Orang JAWA-GAYO, bisa begitu mudah diperalat oleh
Limbah-limbah budaya semacam Iwan Gayo dan Rahmat Salam, sehingga
Gayo-Gayo keturunan manusia-manusia terhormat itu mau merendahkan
dirinya bertingkah seperti seorang BUDAK menghadap PRIYAYI FEODAL di
Tanah Jawa sana, ketidak sadaran akan sejarah diri ini pula yang
menjadikan keturunan Jawa-Jawa pemberani ini malah mengkhianati
semangat kakek moyangnya yang sangat anti PRIYAYI FEODAL itu.

Akibat ketidak sadaran akan sejarah inilah yang membuat TUKIRAN seolah
amnesia, sehingga dengan berani melecehkan kita orang GAYO sahabatnya
ini, malah melacurkan diri Pada Priyayi Feodal yang sangat dibenci
kakek moyangnya dulu.

KESADARAN SEJARAH...inilah yang harus kita sampaikan kepada
saudara-saudara kita yang kurang beruntung di Tanoh Gayo sana.

Edhie, saya tidak tahu persis posisi kamu di mana, tapi kalau kamu
sendiri memang berposisi di Takengon kenapa harus menunggu Subayu yang
bergerak?. Jangan tunggu lagi, sebarkanlah CAHAYA KEBENARAN yang kita
ketahui ini kepada setiap manusia yang hidup di TANOH TEMBUNI. biarpun
yang kamu sebarkan itu hanyalah selembar kertas Print Out diskusi kita
di milis ini.

3 komentar:

_Rie_ mengatakan...

Saya seorang mahasiswi keturunan Jawa yang lahir dan besar di Takengon. Saya merasakan sendiri, karakter saya yang keras dan kalau ngomong terlalu to the point dan blak2an, sampai2 ada beberapa teman saya yg orang sunda saya bwt menangis, sangat berbeda dengan orang - orang yang bersuku jawa pada umumnya bgitu juga halnya yang terjadi pada saudara - saudara saya yang lainnya. Saya tidak tahu persis saya ini keturunan ke berapa yang lahir dan besar di Takengon, karna nenek buyut saya juga telah berada di Takengon.

Sbelum saya menemukan blog ini, dalam forum diskusi arigayo.net saya telah menyatakan diri bahwa saya kontra terhadap ALA. Forum itu didominasi oleh org2 yg Pro terhadap ALA, sebagian lagi netral, dan sebagian kecil kontra. walaupun demikian, saya tetap memberanikan diri untuk memulai diskusi dengan mempostingkan topic berjudul EUFORIA PEMEKARAN WILAYAH, sebelumnya saya telah mengadakan diskusi bersama dosen saya, seorang sarjana teknik tata ruang yang sangat idealis. Menurut Beliau hal ini hanyalah merupakan kepentingan politik belaka. Postingan saya ditentang abis2an oleh orang bernama Cossalabu. Pada awalnya karena saya belum mengetahui bagaimana karakter seorg Cossalabu, saya sempat kecut dgn rentetan argumennya. Tapi setelah melihat betapa gigihnya perjuangannya dlm mengajak org utk Pro terhadap ALA baik itu di forum gayo maupun forum Aceh, saya jadi merasa muak. Apalagi ketika membaca commentnya tentang artikel yang menyatakan bahwa ada beberapa kades yang sebelum pergi ke Jakarta meminta pendapat terlebih dahulu kepada Gubernur NAD, di artikel tersebut si Cossalabu mengatakan bahwa yang mengadu tersebut merupakan pengkhianat, halal darahnya diminum. Apa2an ini??? Mengapa seperti membaca buku-buku sejarah zaman Hitler dulu,,,, Beliau juga merasa heran mengapa ada orang-orang yang peduli terhadap Gayo namun tidak mendukung adanya pembentukan ALA? Bagi saya justru yang mengherankan adalah ketika orang-orang Gayo tidak perduli mau ada ALA atau tidak. Karena ketika ia menyatakan kontra itu merupakan bentuk kepeduliannya terhadap rakyat Gayo. karna ia tahu ALA ini hanya bentuk kehausan orang-orang akan kekuasaan dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat Gayo.
Untuk itulah Saya sangat bersyukur menemukan blog ini dari multiply seorg mahasiswa gayo, saya merasa menemukan oase ditengah padang pasir. Menemukan jawaban atas kegelisahan saya selama ini. Membangkitkan keberanian dan rasa kepercayaan diri saya.

Dosen saya pernah mengatakan daripada uang 700 milyar yang memang telah dianggarkan oleh pemerintah pusat sebagai dana untuk pemekarkan wilayah, digunakan dalam mengurus administrasi wilayah yang baru lebih baik dipakai untuk membuka aksesibilitas di wilayah tengah Aceh. Saya tidak akan tahu bahwa ALA booming kembali jika saya tidak menelpon salah seorang anggota DPRD Aceh Tengah dengan maksud ingin menanyakan tentang pariwisata di Takengon untuk bahan penelitian saya. Beliau mengiyakan akan membantu, namun beberapa hari lagi akan pergi ke Jakarta untuk mengurusi ALA. Saya ingat sekali beliau mengatakan "nanti kalian juga yang enak"

Saat itu saya sempat berpikir bahwa saya berada di kubu yang salah, saya mencoba mengorek keterangan dari beliau. Namun, apa jawab beliau? "Ria khan masih kecil, ga usa mikirin hal - hal yang kayak gitu. Pikirin aza dulu sekolahnya"
Kata2 itu benar2 saya camkan dalam hati, sekedar untuk mengingatkan pada diri saya bahwa pejabat2 daerah yang sperti inilah yang tidak akan pernah menggunakan sistem partisipasi masyarakat dalm pembangunan di daerahnya.

Saya menyadari pengetahuan saya masih sangat minim sekali, dengan kapasitas saya masih berupa mahasiswa. Tapi saya tidak tahan rasanya jika harus berdiam diri melihat penambahan postingan2 tanpa ada ikut berpartisipasi sedikitpun sekedar utk mengaluarkan uneg2 dalam hati. Saya pernah berdebat dgn tmn wktu SMA, ia slalu menekankan apa salahnya jika ALA memang utk mempercepat pembangunan wilayah tengah Aceh? Saat itu kami telah berdebat hebat padahal kami berada di pulau yang berbeda, hingga sulit bagi saya untuk meyakinkan dirinya bahwa tujuan ALA yang sebenarnya bukan lagi untuk memakmurkan rakyat Gayo, tapi demi kemakmuran perut dan kehidupan segelintir orang.

Lagipula jika memang pemekaran wilayah untuk mempercepat pembangunan, tentunya PP No.129/2000 tidak akan di revisi menjadi PP No.78/2007...

COSSALABU mengatakan...

Pentingnya mengenal sejarah, sebenarnya ada beberapa hal yang perlu dingat tentang sejarah uarng Gayo, empun ni Acih urang Gayo. Bila dilihat bahwa orang Gato itu termasuk ke dalam melayu tua, sedangkan urang Aceh termasuk ke dalam melayu muda. Ini sebenarnya bisa dilihat dari peninggalan kerajaan linge.
ALA itu adalah harga mati, untuk apa? Untuk kepentingan masyarkat Gayo, ntah itu beretnis Jawa, Padang, Batak bahkan Aceh sekalipun. Semuanya hanya untuk kemashalatan dan pembangunan yang diimpikan menjadi seluruh komponen orang Aceh maju. Tidak lagi kita kuatir akan timbulnya peperangan kembali, akan tetapi lebih kepada bagaimana kita meningkatkan pendidikan anak cucu kita.
Berijin

Forum Pemuda Peduli Gayo mengatakan...

Terima kasih atas komentar Ria. Memang itulah yang harus kita lakukan Ria, harus kita tunjukkan bahwa ada yang tidak beres dengan ALA.

SEperti yang saya katakan pula pada Cossablu, kalau Ide tentang ALA itu adalah Ide kekanak-kanakan dari anak Manja yang cengeng.