Selasa, 01 April 2008

Orang ALA hanya mewarisi aspek "KEBINATANGAN" Gayo

Menyambung tulisan yang lalu tentang manusia yang sebenarnya hanyalah
IDE yang bisa berjalan.

Kita manusia ini adalah makhluk yang sangat unik dan sangat berbeda
dengan makhluk tuhan yang lain yang sama-sama hidup di planet bumi ini.

Sebagai Makhluk Manusia, kita hidup dengan dua aspek sekaligus, aspek
kebinatangan dan aspek kemanusiaan.

Yang menjadi pembahasan di dalam ilmu biologi adalah100% aspek
kebinatangan manusia ini, yang dimasukkan dalam pembagian kelompok
makhluk hidup berdasarkan taksonominya Mendel yang mengelompokkan
manusia ke dalam ordo primata , Genus Homo dan Spesies Homo sapiens
juga adalah aspek kebinatangan manusia ini, yang menjadi kontroversi
dalam teori evolusinya Darwin pun tidak lain adalah aspek kebitangan
kita ini.

Pada aspek kebinatangan ini semua manusia adalah sama, dalam artian
sama-sama terbentuk dari darah, daging dan tulang, sama-sama merasa
lapar, sama-sama merasakan . Karena kesamaan di sisi kebinatangan
inilah orang Gayo yang butuh darah bisa ditransfusi dengan darah
orang Aceh, Batak, Korea, Bule bahkan Yahudi sekalipun, semua bisa
dilakukan bukanlah karena orang Aceh, orang Gayo, Batak, Korea, Bule
bahkan Yahudi sekalipun sama-sama "MANUSIA" tapi karena mereka semua
sama-sama "BINATANG", sama-sama Homo sapiens.

Sebagai "binatang" karena konstruksi fisik kita sama, maka semua
manusia yang sama-sama Homo sapiens bisa merasakan masamnya 'asam
jantar' dan jingnya 'lede'. sama seperti Homo sapiens lain. Semua
aspek kebinatangan, selanjutnya supaya lebih halus saya sebut saja
aspek "KE-HOMO SAPIENS-AN" Manusia itu adalah aspek yang "terberi"
atau terbawa begitu saja dari lahir. Aspek ini diturunkan dari
generasi ke generasi secara genetis. aspek inilah yang membuat kita
merasa haus, lapar, marah, panas, dingin sakit dan lain sebagainya.

Semetara itu "Aspek kemanusiaan" bukanlah aspek yang "terberi" atau
terbawa begitu saja dari lahir. "Aspek kemanusiaan" itu 100% hasil
produksi masyarakat, hasil konstruksi sosial. Aspek inilah yang
membuat manusia bangga sebagai raja, bangga sebagai imuwan, bangga
sebagai insinyur, bangga punya mobil, bangga punya istri cantik dan
lain-lain.

Aspek ini membuat manusia satu berbeda dengan manusia lain, "Aspek
kemanusiaan" inilah yang membuat ada pembedaan manusia semacam
"Manusia Aceh", "Manusia Gayo", "Manusia Jawa", "Manusia Pancasila",
"Manusia Kapitalis", "Manusia Komunis", "Manusia Islam" atau "Manusia
Yahudi".

Untuk bisa menjadi "Homo sapiens Gayo", tidak ada manusia yang bisa
memilih, begitu juga untuk menjadi "Homo sapiens Aceh", "Homo sapiens
Jawa " atau "Homo sapiens Yahudi", semua terberi begitu saja sejak lahir.

Sebaliknya "Manusia Gayo" 100% hasil produksi masyarakat, hasil
konstruksi sosial, untuk menjadi "Manusia Gayo" seseorang tidak harus
terlahir sebagai "Homo sapiens Gayo", Homo sapiens manapun yang oleh
masyarakat sosialnya dikonstruksi menjadi "Manusia Gayo" maka dia
akan menjadi "Manusia Gayo",.

Di lihat dengan cara begini maka "Homo sapiens Aceh", "Homo sapiens
Jawa " bahkan "Homo sapiens Yahudi" pun jika oleh masyarakat
sosialnya dikonstruksi menjadi "Manusia Gayo" maka para Homo sapiens
yang sangat berbeda secara genetis inipun akan menjadi "Manusia Gayo".

Dengan melihat dengan cara seperti ini, kita bisa memahami kenapa
berbagai jenis "Homo sapiens Gayo","Homo sapiens Tamiang", "Homo
sapiens India, "Homo sapiens Eropa", "Homo sapiens Cina", "Homo
sapiens Arab" dan banyak lagi "Homo sapiens lainnya", bisa melebur
hingga hanya menjadi SATU JENIS MANUSIA yaitu MANUSIA ACEH.

Melihat dengan cara seperti ini pula kita akan memahami kalau Homo
sapiens yang terlahir sebagai "Homo sapiens Gayo" belum tentu akan
tumbuh menjadi "Manusia Gayo", "Homo sapiens Gayo" yang oleh
masyarakat sosialnya dikonstruksi menjadi "Manusia Jawa" akan
tumbuh menjadi "Manusia Jawa", jika oleh masyarakat sosialnya "Homo
sapiens Gayo" ini dikonstruksi menjadi "Manusia Yahudi", maka dia akan
menjadi "Manusia Yahudi".

Dengan memahami argumen di atas kita bisa menyaksikan meskipun jika
dilihat secara genetis dan Taksonomi Mendel IWAN GAYO, RAHMAT SALAM
dan KP3ALA adalah sangat jelas diklasifikasikan sebagai "HOMO SAPIENS
GAYO" , tapi jika dilihat dari sisi "Aspek kemanusiaan" yang 100%
hasil produksi masyarakat yang merupakan hasil konstruksi sosial itu
IWAN GAYO, RAHMAT SALAM dan KP3ALA adalah MANUSIA GENTAYANGAN atau
dalam bahasa Erik H. Erikson disebut MANUSIA TANPA IDENTITAS.

Alasannya pertama karena alasan seperti yang telah saya sebutkan di
atas IWAN GAYO, RAHMAT SALAM dan KP3ALA tidak bisa disebut MANUSIA
GAYO karena mereka memang sedikitpun tidak memiliki kemiripan dengan
kami, ironisnya meskipun mereka sangat berkeinginan besar menjadi
MANUSIA JAWA tapi mereka juga tidak diakui sebagai MANUSIA JAWA.
sehingga jadilah mereka MANUSIA GENTAYANGAN

Karena saya melihat dengan cara seperti inilah maka saya berani
mengatakan IWAN GAYO,RAHMAT SALAM adalah LIMBAH SUKU kecil kita GAYO
yang istimewa ini. karena fakta yang ada menunjukkan kalau IWAN GAYO
dan RAHMAT SALAM dan semua yang bergabung di KP3ALA hanyalah "HOMO
SAPIENS GAYOENSIS" yang sama sekali bukan, malah tidak sedikitpun memiliki
kemiripan dengan MANUSIA GAYO.

Berdasarkan pada fakta di atas, kami dari Forum Pemuda Peduli Gayo
(FPPG), kkami menyatakan bahwa semua klaim para Homo sapiens yang
terdiri dari IWAN GAYO, RAHMAT SALAM dan KP3ALA yang mengatas namakan
kami MANUSIA GAYO, adalah KLAIM SALAH ALAMAT.

Wassalam

Forum Pemuda Peduli Gayo

Win Wan Nur
Ketua

Note : kalau anda ingin membaca tulisan ini dengan cara dan nuansa
yang lebih jujur, terus terang dan apa adanya (terutama di lima
paragraf terakhir) semua kata "HOMO SAPIENS" yang tadi saya gunakan
sebagai penghalus tulisan ini boleh anda ganti kembali dengan kata
aslinya yaitu "BINATANG".

1 komentar:

Sirajuddin Gayo, ST., MM. mengatakan...

kayaknya yang nulis lebih menunjukan sifat kebinatangan yang tak pernah diajari bertata krama....