Rabu, 10 Desember 2008

Pertanyaan Edhie Gayo Atas Konferensi Interpeace

Bravo bang Win Wan Nur..
Kusewahen rasa salutku ken pemikiran ni abang....

saya sangat tertarik dengan penuturan Bang Nur, ini fakta yang sudah terjadi sejak dulu, kenapa saya katakan sejak dulu, saya menggunakan ukuran ketika perihal relasi antara suku aceh dan gayo kepada kakek - kakek dan nenek-nenek yang ada di Tanoh Gayo, mengatakan bahwa dari dulu kita memang tidak pernah cocok dengan Urang Aceh, saya pikir argumentasi para pendahulu kita dulu ada benarnya juga, hal ini terlihat dari peminggirin suku Gayo dari seluruh aspek kehidupan di Aceh mulai dari Pendidikan, pemerintahan sampai kepada budaya pun mereka dengan percaya diri hadir sebagai plagiator seni dan sebagai penguasa tunggal daerah, terkesan bahwa selain suku aceh adalah pendatang (hal ini juga kami dengar langsung dari Alm. Prof Dr. Abdullah Ibrahim (sejarawan UGM) yang notabene suku Aceh), ini sama saja memutarbalikkan fakta yang mengatakan bahwa SUKU PENDALAMAN merupakan suku asli suatu daerah. saya pikir kasusnya sama dengan apa yang terjadi di lampung yang jadi korban adalah masyarakat lampung tengah, juga seperti betawi.

fakta ini kemudian dijadikan oleh orang - orang ALA untuk "menyakinkan" masyarakat gayo untuk melakukan pemisahan dengan NAD, pun pada perjalanan "perjuangan" mereka tidak begitu mendapatkan simpati dari seluruh masyarakat Gayo.

Akar masalahnya sebenarnya adalah ketidakadilan dan penindasan dari segala aspek yang dilakukan oleh suku mayoritas (aceh) terhadap 8 suku minoritas yang ada di Aceh. pertanyaannya kemudian apakah ada jaminan ketika ALA terbentuk suku minoritas bisa serta merta merubah keadaan menjadi lebih baik? sulit bagi saya untuk mengatakan YA.

Sebenarnya ketika kita sudah mengetahui akar masalahnya kita bisa melakukan sesuatu untuk mewujudkan marwah gayo di luar Aceh bahkan Internasional, tapi sejujurnya saya juga belum menemukan formula yang pas untuk bangkit dari ketertindasan suku mayoritas dalam hal ini aceh. nah untuk itu saya ingin menggali pemikiran bang win wan nur, karena abang seperti yang saya kutip dibawah ini pernyataan abang tentang penyelesaian masalahnyapun tidak bisa lepas dari bingkai ini

Fenomena inilah yang terjadi di Aceh sekarang, jadi isu ALA yang
terjadi sekarangpun harus kita lihat dari kacamata minorities within
minorities ini dan penyelesaian masalahnyapun tidak bisa kita lepaskan
dari bingkai ini.

karena kami yang selama ini ada di Tanoh Gayo merasakan betapa, kerawang, saman telah mengoyak hati kami, ketika kami berada di yogyapun dalam kurun waktu 1995-2006 , yang ditonjolkan selalu saman dengan diberi embel-embel inong jadi nama tarian SAMAN INONG dari ACEH. belum lagi kebijakan yang diskriminatif, atas nama Gayo nomor dua saja, terlebih saat ini ada kerawang aceh seperti yang dikatakan oleh bang win wan nur, tambahan dari saya, ukiran kerawang aceh sering pula menghiasi gedung-gedung sebagai ornamen gedung untuk menunjukkan kepada dunia luar, bahwa ini lho ciri khas aceh, padahal itu jelas-jelas gayo PUWE. jadi seolah-olah seperti gedung-gedung pemerintahan yang ada di sumatra barat.

berejen bang atas penjelasanne, mokot di nge kite tertindas wan segala aspek kehidupan, cume kurasa pisah rum NAD nume jeweben cerdas,, tolong bang, mungkin ara formula si lebih elegan, berejen atas penjelesanne..


regards,,

edhie gayo

Tidak ada komentar: