Kamis, 06 November 2008

Jawaban Cossablu atas Skenario Lain

Sebelum saya mencoba mengulas apa yang disampaikan Abang Win Wan Nur (saya juga tidak tahu apakah ia orang Gayo asli atau tidak, wallahu’alam bishowab), saya pertama kali mengucapkan terima kasih dengan kembalinya seorang yang dikenal dengan santun setiap perkataanya, mudah-mudahan ini akan menjadi modal kita dalam berdiskusi kedepan. Kemudian yang harus saya sampaikan lagi adalah memang ada perbedaan antara kami berdua, yang satu ada keluarganya dibunuh oleh Marsose yang katanya ada dari Jawa, sedangkan Kakek saya dicincang oleh DI TII. Selanjutnya kemudian perbedaan itu semakin kental ketika mempermasalahkan PEMEKARAN WILAYAH NAD, ALA DAN ABBAS.

Sebelum saya membahas, saya hanya ingin mengatakan bahwa saya lahir, besar, menikah dan bekerja bukan di Aceh, akan tetapi kedua orang tua saya berasal dari Gayo. Kemudian, tidak pernah saya didoktrin untuk membenci siapapun, karena saya memegang teguh agama saya yang tidak membedakan asal seorang manusia dari suku manapun, perbedaannya hanya ketaqwaannya. Pun demikian, saya bisa sampai berkehidupan yang lumayan seperti sekarang karena bantuan dari orang Aceh Pesisir, saya tidak akan melupakan jasa beliau dalam kehidupan saya. Bahkan ia sering kali dikatakan orang sebagai ‘maaf’ tanduk GAM sewaktu zaman Aceh rusuh dahulu. Terakhir, saya menuliskan ini bukan karena dendam akan tetapi untuk mencapai perdamaian dan kedamaian serta kemajuan bagi rakyat Aceh yang kita semua cintai. Tidak juga saya menginginkan sebuah jabatan di Pemerintah Daerah ALA atau sebagai legislative dalam sebuah Partai dengan menjadi sebuah Ketua Asosiasi/Forum terlebih dahulu, tidak juga karena uang atau harta, karena saya sudah merasa cukup dengan apa yang saya punya, saya bersyukur. Saya hanya ingin rakyat Gayo maju.

Pada alinea pertama sampai ketiga Abang Win Wan Nur mencoba menyampaikan persamaan ide yang dilontarkan oleh saya dan Limbide, berkenaan dengan penderitaan dan pengkhianatan yang dilakukan oleh orang Aceh terhadap orang Gayo. Untuk ini saya hanya ingin menambahkan bahwa sesungguhnya penderitaan yang diterima orang Gayo lebih dari itu, saya tambahkan dari hasil beberapa analisa saya.

Penghilangan sejarah orang Gayo, orang Aceh harus bisa mengakui terlebih dahulu bahwa sesungguhnya penduduk asli Aceh itu adalah Gayo bukan lainnya sekaligus mengangkat banyak pahlawan Gayo menjadi pahlawan nasional. Mohon maaf, ketika saya melihat mahkota, senjata, tongkat Kerajaan Linge yang selalu di sosialisasikan oleh Iwan Gayo terlihat bahwa Kerajaan Linge itu sudah sangat tua, ini terlihat dari corak ular dan naga yang ada pada peninggalan situs tersebut. Kemudian saya teringat bahwa minggu kemarin saya pergi ke Ciamis dan Garut daerah Jawa Barat, saya mengunjungi salah satu peninggalan situs Kerajaan Galuh, salah satu Kerajaan Tertua di Jawa Barat. Dari beberapa sumber saya mengetahui bahwa ternyata dahulu Kerajaan Galuh tidak bisa terkalahkan oleh Kerajaan Majapahit, terlebih lagi dengan pengkhianatan yang dilakukan Gajah Mada dengan membunuh semua keluarga Raja Galuh dengan cara perkawinan. Rombongan yang besar menuju Kerajaan Majapahit untuk mengawinkam Putri Raja Galuh dengan Raja Majapahit, tapi Patih Gajah Mada membunuh semuanya dengan cara mengatakan kepada rombongan bahwa mereka bukan akan menikahkan akan tetapi memberikan puterinya sebagai upeti. Berkenaan dengan hal ini semua berdampak orang Sunda (Suku di Jawa Barat) amat membenci orang Jawa (permusuhan tradisional). Ini semakin kentara ketika zaman Soeharto, dimana ketika itu Soeharto begitu menjaga peninggalan-peninggalan Kerajaan Jawa, akan tetapi sepertinya tidak memperdulikan situs-situs Kerajaan Sunda. Bahkan sebuah batu prasasti yang membuktikan Prabu Siliwangi di daeah Bogor menurut sebagian besar orang Sunda sudah dihilangkan, belum lagi situs-situs lainnya yang terus hilang. Kenapa saya memberikan contoh cerita ini kepada kita semua, saya hanya ingin memberikan gambaran bahwa begitu juga halnya yang terjadi antara Gayo dan Aceh, memang permusuhan tradisional itu sudah ada. Di Jawa ini oleh para pendiri Negara kita diantisipasi dengan cara pemekaran wilayah Jawa, menjadi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, kesemuanya sebenarnya jika ditelusuri adalah diakibatkan oleh adanya perbedaan kebudayaan. Dan ketika ini dipisahkan menjadi masing-masing wilayah pedamaian dapat terjadi dan pembangunan dapat terlaksana dengan baik, perlu saya juga sampaikan bahwa sampai sekarang dimanapun (ex: Jakarta) antara Sunda dan Jawa itu selalu bersaing, dan satu lagi bahwa ternyata kedua suku tersebut mempunyai bahasa yang berbeda sekali seperti halnya Gayo dan Aceh. Saya hanya ingin menegaskan bahwa memang ada perbedaan antara Gayo dan Aceh, tidak usah ditutup-tutupi dengan persaudaraan, karena sesungguhnya kita juga bersaudara dengan suku manapun selama dia mengucapkan syahadat. Yang terpenting sekarang adalah bagaimana kita mensikapi perbedaan yang terjadi itu.

Yang kedua, banyak dari suku Gayo yang menjadi korban oleh GAM, ntah itu suku Gayo asli, suku Jawa, Padang, dsb, hanya kerana mereka tidak mau mengikuti GAM. Yang menjadi permasalahan adalah pengorbanan mereka tidak hanya fisik tapi juga psikis, pernahkan anda semua bayangkan bagaimana petani Gayo kesulitan untuk memasarkan hasil kopinya ? Berapa banyak kerugiannya ? Pernahkah kalian semua bayangkan sulitnya BBM dan kebutuhan pokok lainnya ? Berapa banyak kerugiannya ? Atau pernahkan kalian tahu sakitnya Ama dan Inenya ketika mengetahui anaknya dipaksa menjadi anggota GAM atau keluarganya diancam dibunuh ? Berapa banyak kerugiannya ? Atau pernahkan taunya sakitnya para transmigran Jawa, tanpa bersenjata mereka disiksa, dibilang binatang, apakah mereka tidak seiman dengan kita ? Berapa banyak kerugiannya ? Atau pernahkah kalian tahu betapa sulitnya menentukan sikap, harus menjadi mata-mata siapa, GAM atau TNI, karena semuanya berakibatkan kematian dan siksaan ? Berapa banyak kerugiannya ? Atau pernhakan kalian tahu anak-anak kami semakin kehilangan kesempatan mendapatkan kehidupan yang layak ? Berapa banyak kerugiannya ? KENAPA ? Karena semua PERANG BODOH INI.

Yang ketiga, apakah ada keadilan MoU Helsinky itu ? Contoh hanya ada keadilan bagi Militer TNI yang melanggar HAM, tapi tidak bagi anggota GAM. Jadi sudah sepatutnya kami orang Gayo menuntut pelanggarana HAM yang dilakukan GAM, bukan hanya TNI. Tahukah anda semua kenapa terjadi kejadian Atu Lintang, karena semua rakyat daerah tersebut sudah jengah dengan tingkah laku KPA yang selalu meminta-minta dengan seenaknya, sehingga massa yang akhirnya menghukum mereka. Apakah kalian tahu orang Jawa yang membakar itu mengatakan bahwa saya melakukannya karena mereka juga dahulu melakukan hal yang sama dengan keluarga saya, menyedihkan bukan. Pembunuhan yang dilakuakn dengan aksi massa itu harusnya sudah membuka mata kalian semua bahwa rakyat Gayo sudah bosa dengan semuanya. Ini sepertinya tidak terjadi di Takengon saja, akan tetapi hanya orang Gayo saja yang berani menentang GAM sejak dahulu kala. Sering saya ke Banda Aceh, mereka selalu mengatakan bahwa KPA atau anggota GAM saat ini sudah formal melakukan pemaksaan untuk meminta jatah. Ini adalah masalah ketidakadilan, bukan saja permasalah akar rumput. Jika ingin mencapai perdamaian maka penuhi dulu keadilan. Atau jika mau adil maka tidak ada perdamaian dengan MoU Helsinky tapi betul-betul menuju perdamaian untuk rakyat Aceh bukan GAM.

Rasanya saya tidak perlu memberikan tanggapan tentang bahan olok-olokkan suku mana dengan mana, yang pasti adalah orang Jawa sudah membuktikan bahwa mereka memang suku tertua yang ada di Indonesia, situs di Solo. Ini juga menandakan bahwa memang bermacam ragam suku, ini adalah sunnatulaah bahwa Allah menciptakan manusia memang untuk beragam suku untuk saling mengenal dan berinteraksi. Intinya adalah jangan kita menghilangkan perbedaan tapi jadikan perbedaan itu sebagai sebuah kekayaan dalam persatuan, Bhineka Tunggal Ika.

Sebelum saya mengulasi tulisan Bang Win Wan Nur tentang ALA, ada baiknya saya mengulas sedikit tentang sifat orang Gayo. Ada sebuah buku karangan Snouckronge (Orientalis Islam, Penulis yang handal), judul bukunya GAYO, tebal sekali hampir 1000 halaman lebih, saya mendapatkannya di LIPI Jakarta, disitu ia menuliskan sejarah Kerajaan di Gayo. Seorang Snouckronge saja mengatakan bahwa ada suku asli Aceh disana suku Gayo dengan sifat keterbukaan, keramahan, mempunyai daya ingat tinggi dalam melakukan pemetaan wilayah. Ia mengatakan dalam tulisannya bahwa Suku Gayo itu mengangkat ‘maaf’ pembantunya dari suku batak yang diajak yang kedepannya sekarang banyak juga perkawinan silang dengan suku batak (bahkan ada yang menyebutkan orang Gayo dekat dengan Batak Karo), kemudian kerap kali melakukan perkawinan antar suku, ntah itu Aceh, Padang, dsb. Dalam tulisannya jelas bahwa suku Gayo bukan seorang dengan sukuismenya yang terlalu tinggi. Ini terbukti sampai sekarang bagaimana suku Gayo begitu dekat dengan transmigran Jawa, begitu juga halnya dengan Aceh, mohon maaf banyak keluarga saya yang menikahi suku Aceh atau dalam adatnya diangkap bahkan ada yang dibeli. Anda silahkan baca buku ini, sebagai rujukan bagaimana Gayo itu sesungguhnya lengkap dengan Kerajaan-kerajaan yang ada dan pecahannya, juga dengan Kerajaan Linge. Buku ini dapat dijadikan sebagai rujukan teman-teman orang Gayo yang ingin tahu adat istiadat orang Gayo.

Aceh Louser Antara (ALA) atau sebelum GALAKSI atau ntah apalagi sebelumnya. Yang perlu saya informasikan adalah gerakan ini sudah ada sejak zaman Bupati I Aceh Tengah, Mude Sedang, waktu itu jejaringnya sudah dibangun juga seperti yang terjadi sekarang. Ini juga diakibatkan pemikiran tetua kita dahulu bahwa memang sudah terjadi ketidakadilan dari Aceh kepada orang Gayo, dari sejarah maupun banyak factor lainnya. Yang menjadi permasalahan waktu itu adalah keinginan dari tetua kita untuk orang Aceh memberikan penghormatan orang Gayo, seperti pengakuan bahwa penduduk asli Aceh adalah Gayo, penghormatan kepada Pahlawan-pahlawan Gayo.

Kemudian rakyat Gayo dengan sikap terbukanya juga menjadikan rakyat Gayo sebagai salah satu suku yang beragam asalnya dan selalu mengutamakan budaya malu. Malu Berkhianat. Ketika Takengon dengan Rimba Rayanya menjadi corong pengakuan kemerdekaan di dunia internasional, ketika orang Gayo tahu sekali dengan NKRI makan tetap dengan NKRI, pantang jilat diludah. Tidak seperti halnya ‘maaf’ Hasan Tiro, yang katanya merupakan salah satu keturunan Pahlawan Nasional Teuku Cik Ditiro, Kakeknya menjadi pembela NKRI, cucunya menjadi pemberontak NKRI. Sebenarnya ini bagi orang Gayo adalah malu. Yang menarik dari suku ini adalah mereka itu dari pada meminta-minta, atau merampok, mereka lebih baik ke kebun kopi, makanya ketika ada yang mengatakan orang Gayo malas perlu dipertanyakan atas dasar apa ? Persamaan ini pulalah yang menyebabkan antara Gayo dan Jawa menjadi satu, suka berkebun dan bertani, tidak suka perang. Tapi jangan tanyakan keberanian orang Gayo untuk berperang dengan Kafir, bukan dengan seiman, mereka lebih berani dari semua orang Aceh, lihat saja Aman Dimot dan masih banyak lagi Muyang atau Datu kita yang dicincang oleh Belanda dan Jepang.

Ada 2 hal yang menarik yang dikatakan Win Wan Nur, yaitu ALA adalah solusi masalah mengakibatkan masalah dan meragukan para pejuang ALA.

Ketika Win Wan Nur mengatakan bahwa ALA adalah solusi yang mengakibatkan masalah menjadi masalah, maka sesungguhnya yang terjadi ialah ia telah membenarkan sekaligus mengancam rakyat Gayo bahwa jika ada ALA maka akan terjadi ketidakamanan. Kemudian pertanyaannya adalah siapa yang melakukan ketidakamanan ? Jawabannya pun mudah pastinya GAM. Jelas tidak mungkin rakyat Gayo akan menimbulkan ketidakamanan, jelas tidak mungkin juga orang Gayo akan mengusir orang Aceh yang banyak sudah menjadi saudar karena perkwinan seperti halnya dengan orang Jawa, Batak dan Padang, dsb. Kembali pertanyaannya, kenapa GAM yang tidak setuju ? Sudah jelas kiranya dari pernyataan Nazar yang mengatakan mundur jika ada pemekaran atau yang dikatakan Fauzan, Panglima Tinggi GAM di Gayo bahwa akan ada perang jika terjadi pemekaran. Yah, sebenarnya semua orang dapat melihatnya dengan kasat mata saja.

Ketika Win Wan Nur meragukan para pejuang ALA yang ke Jakarta dengan alasan menggunakan blankon, yang saya pertanyakan adalah sudahkah ia klarifikasi bahwa dari 470 an orang tersebut hanya ada 40 orang Kade dari Jawa, apakah semuanya dikatakan berblankon ? Kasihan. Yang terhormat Abang Win Wan Nur, tolong dicatat bahwa sebagian besar mereka adalah orang Gayo. Inikah yang abang ragukan perjuangannya ? Maaf kembali alasan ini terlalu dibuat-buat.

Berbicara scenario, scenario 1, scenario 2, kenapa tidak ada scenario 3 dan 4 atau 5 sekalipun. Seorang perencana yang matang harus mempunyai banyak scenario, akan tetapi dengan tujuan yang satu. Bukan banyak scenario dengan tujuan yang banyak pula, itu bukan scenario tapi sebuah kontra scenario.

Ucapan Ban Win Wan Nur ketika mengatakan “Kita harus tanyakan kepada masyarakat Gayo, apakah untuk memperjuangkan ALA mereka siap untuk tiap malam jaga malam lagi?...apakah mereka siap untuk membuat barikade di setiap jalan lagi?...apakah mereka siap untuk memberikan kendaraan mereka dipinjam tiap hari oleh anggota pasukan kapanpun mereka mau seperti dulu lagi?”. Seperti halnya menantang orang Gayo, tidak usah ditanyakan kepada mereka Bang, sekian puluh tahun mereka terkena konflik mereka tetap mendukung NKRI, sudah jelas kan kepada siapa orang Gayo itu berafiliasi, karena rakyat Gayo bukan pengkhianat NKRI, bukan yang suka menjilat lidahnya sendiri, bukan yang suka menipu-nipu, lebih baik ke kebun dari pada meminta pajak nanggroe. Statement Bang Win Wan Nur itu untuk TNI ? Kenapa juga tidak ditanyakan kepada rakyat Gayo siapkah anda kembali merakit senjata untuk melawan pemberontak ? Jangan pancing keberanian orang Gayo, jangan menganggap lemah orang Gayo Bang. Muyang Datu kita bukan orang lemah, semua orang Aceh takut dengan orang Gayo, tanyakan sejarah. Sedih saya ternyata semakin banyak yang menganggap remeh orangnya sendiri. Kalau seperti ini lebih baik kita berperang akan tetapi harga diri dan marwah orang Gayo terjaga. Maaf, saya tidak suka anda menganggap rendah orang Gayo.

Tujuan ALA hanya satu yaitu masyarakat ALA yang sejahtera, jelas. Skenarioanya banyak ya jelas harus memikirkan banyak perencanaan kedepannya. Saya sebenarnya sudah sering kali pentingnya ALA, bagaimana yang mempermudah penangkapannya. Salah satu contohnya adalah seringkali kita mengataknan rentang kendali yang terlalu jauh, sehingga tidak tertangani daerah Gayo oleh NAD, atau ALA adalah percepatan dalam pembangunan masyarakat ALA, SDA ALA untuk masyarakat ALA, SDM ALA akan dapat dilakukan percepatan dalam membangunnya. Oh ya, mudahnya begini sajalah, selain itu semua pemekaran itu dimaksudkan untuk menuju perdamaian dan keamanan yang abadi, pemekaran itu akan memecahkan kekuatan GAM untuk merdeka sehingga tidak ada lagi pemberontakkan di NKRI, pemekaran itu untuk mencegah terjadinya pemberontakkan kembali oleh sebagian rakyat Aceh karena tingkat kesejahteraan semakin tinggi, pemekaran itu akan lebih mengangkat harkat, martabat dan marwah orang Gayo (bayangkan dengan adanya ALA sejarah akan diluruskan, dengan adanya ALA adat isitiadat orang Gayo akan terangkat, dengan adanya ALA anak-anak tidak memikirkan perang dan dendam lagi, dengan adanya ALA keamanan bisa dijaga oleh orang ALA sendiri tidak oleh TNI atau GAM, dengan adanya ALA semua rakyat Gayo bisa berdiri di kakinya sendiri, dst.. dst… ). Menurut saya Bang Win Wan Nur, jika kita berpikir ke depan dan tidak ada maksud apapun, hanya untuk masyarakat Gayo maka kita semua harus mempertanyakan kecintaan orang Gayo yang menolak ALA.

Skenario Dialog, bukannya saya anti dialog, itu pula yang saya perntanyakan ketika Gorontalo ingin pisah dari Sulawesi Utara, ternyat memang ada perbedaan disitu, orang Gorontalo itu kebanyakan muslim, ada perbedaan budaya disitu. Atau ketika Maluku menjadi 2 dengan Maluku Utara, atau Irian dengan Irian Barat guna memberikan perhatian terhadap daerah yang sedemikian luas, dan yang membuat saya terkesima adalah pemekaran Banten dari Jawa Barat, yang lebih membuat saya heran lagi ternyata untuk pemekaran wilayah Banten tidak perlu ada persetujuan dari Gubernurnya. Yang berhasil maju sampai saat ini untuk daerah pemekaran adalah Banten dan Gorontalo, sangat maju. Yang menjadi aman karena pemekaran adalah Maluku Utara dan Irian Barat. Dialog juga dilakukan ketika Banten ingin keluar dari Jawa Barat, tapi tetap bisa dilakukan karena rakyat Banten bersatu padu mendukungnya. Apakah anda juga tahu sudah berapa banyak pemekaran yang dilakukan tingkat Kabupaten/Kota sudah amat banyak, jika ingin dilihat hasilnya mari kita tunggu.

Kembali ke Dialog, sudah sekian tahun Irwandy menjadi Gubernur tapi belum ada sebuah kebijakan yang amat mendasar untuk orang Gayo, belum ada. Sejarah orang Gayo masih dilupakan, asik saja Bapak Irwandy memberikan kesejahteraan untuk mantan anggota GAM melalui KPA-KPA nya atau mempersiapkan Partai Lokalnya. Belum lagi tahun 2009 dana BRR sudah habis, bagaimana ia harus menghadapi anggota GAM yang tidak terdidik dan tidak mempunyai keterampilan, bagaimana jika Partai Aceh gagal memenangkan Pemilu. Dialog seperti apa yang akan dilakukan ? Seharusnya Irwandy jika memang mencintai rakyat Aceh,maka ia akan menyetujui pemekaran ini untuk mencegah teradinya pemberontakkan kembali, karena internal GAM sendiri tidak mampu lagi menutupi perpecahan yang terjadi di kalangannya.

Sudah sekian lama rasanya berdialog, sehingga KP3ALA tidak mampu menyelesaikan tugasnya dengan cepat, karena dialog. Kemudian rakyat Gayo terus dalam ketidaktentraman, ketidakamanan, penekanan.

Terakhir, hai Pemuda dan Pemudi Gayo, enti kam bewen kam pegeson, erahen urang Gayo ni berani, si memude. Kite urang mude ara we si mu idealis, enti kite I kuduk dor, kite turah tar arap. Mera ke anak cucu kam sabe wan karu, ike kite nge gere cocok urum urang Acih enti mi ne I paksa, sara keduduken, bersaing. Gerara ne terror, bayak mi aten kam bewen mu kin urang mu.

Orang Gayo itu bukan rakyat pengecut yang mudah ditakut-takuti, hanya saja selama ini sedang terlena, berapa banyak korban yang jatuh karena PERANG BODOH ini, berapa banyak tekanan yang terjadi. Semua sudah cukup. ALA adalah solusi bagi orang Gayo yang memang cinta kepada Gayo, ALA adalah masa depan kita, mohon bisa lihat semuanya untuk masa yang akan datang, bukannya esok hari, tapi lihatlah 10 tahun yang akan datang.


Berijin.
Kosasih Bakar
Anggota Asosiasi Korban GAM

2 komentar:

Gayo mengatakan...

a tunjuk en renye btul oya

Gayo mengatakan...

sanah si terehi